M. Rizal Maslan - detikcom
Jakarta - Aksi penolakan revisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan kian marak. Isinya dinilai mengebiri hak buruh/pekerja, bahkan dianggap sebagai karya paling gila.
Revisi UU Ketenagakerjaan ini dilakukan setelah Presiden SBY mengeluarkan Instruksi Presiden 3/2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Dalam Inpres tersebut disebutkan akan merevisi UU Ketenagakerjaan.
Sejumlah kalangan menilai substansi isi revisi lebih buruk dari UU itu sendiri, yang memang sejak awal kehadiran UU ini juga ditolak kalangan buruh, pekerja dan LSM.
Penolakan ini dilakukan karena sejumlah pasal yang direvisi dinilai mengebiri hak-hak buruh/pekerja, persoalan upah, outsourcing, status kerja, pesangon, kebebasan berserikat, dan mogok.
Revisi UU yang disodorkan pemerintah, DPR dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ini dinilai mengkhianati kaum buruh/pekerja. Berikut isi revisi UU 13/2003:
1. Pasal 35 Ayat 3: Pemberi Kerja kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Revisi: Unsur perlindungan Negara (kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja) dihapus.
2. Pasal 46 Ayat 1: Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan atau jabatan-jabatan tertentu. Ayat 2: Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dengan Keputusan Menteri.
Revisi: Tidak ada batasan tenaga kerja asing menduduki jabatan apapun di perusahaan.
3. Pasal 49: Ketentuan mengenai tenaga kerja asing serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping diatur dengan Keputusan Presiden.
Revisi: pasal ini dihapus.
4. Pasal 59 Ayat 1: Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Revisi: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kontrak) yang dilakukan atas dasar jangka waktu, dapat dilakukan untuk semua jenis pekerjaan.
Ayat 4 pasal 59 : Perjanjian Kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Revisi: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu batasan maksimum menjadi 5 tahun.
5. Pasal 64: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis (outsourcing).
Revisi: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
6. Pasal 65 Ayat 1: Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
Dalam ayat 1 harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Ayat 2: Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud. Ayat 3: Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
Ayat 4: Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat 5: Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Ayat 6: Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.
Ayat 7: Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
Ayat 8: Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Ayat 9: Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat.
Revisi: pasal ini dihapus.
7. Pasal 66 Ayat 1: Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Revisi: diubah.
8. Pasal 79 Ayat 2 (d): Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Revisi: pasal ini dihapus.
9. Pasal 88 Ayat 1: Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Revisi: Pemerintah menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.
Ayat 2: Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
Revisi: Upah minimum memperhatikan kemampuan sektor usaha yang paling lemah marjinal.
Catatan:
Ketentuan UU Ketenagakerjaan:
a. Upah minimum ditetapkan di tingkat propinsi dan kabupaten dan dapat pula ditetapkan secara sektoral.
b. Upah minimum ditetapkan berdasarkan total nilai standar Kehidupan Hidup Minimum (LHM) atau Kehidupan Hidup Layak (KHL).
c. Upah minimum disesuaikan tiap tahun.
Rekomendasi Bappenas:
a. Upah minimum ditetapkan di tingkat propinsi dan bukan di tingkat kabupaten.
b. Upah minimum ditetapkan kembali sebagai jaring pengaman sosial atau batas bawah upah.
c. Upah minimum disesuaikan setiap 2 tahun.
10. Pasal 92 Ayat 1: Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.
Revisi: Struktur dan skala upah hanya golongan dan jabatan saja, pendidikan, masa kerja, kompetensi dihapus.
11. Pasal 100 Ayat 1: Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan.
Revisi: Fasilitas kesejahteraan dihapus.
12. Pasal 142 Ayat 1: Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan adalah mogok kerja tidak sah.
Revisi: Mogok kerja tidak sah dapat di PHK tanpa pesangon.
Ayat 2: Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah akan diatur dengan Keputusan Menteri.
Revisi: Mogok kerja tidak sah yang mengakibatkan perusahaan rugi pekerja/buruh dapat dituntut ganti rugi.
13. Pasal 155 Ayat 3: Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
Revisi: Skorsing dibatasi selama-lamanya 6 bulan dan diberikan upah hanya 50%.
14. Pasal 156 Ayat 1: Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Revisi: Pekerja/buruh yang berhak mendapatkan pesangon adalah pekerja/buruh yang mendapat upah lebih rendah atau sama dengan 1x penghasilan tidak kena pajak (PTKP)-upah di bawah Rp 1.000.000 dan di atas Rp 1.000.000 tidak mendapatkan pesangon.
Ayat 3: Perhitungan upah pesangon sebagaimana dimaksud ayat 1 paling sedikit sebagai berikut:
g. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah
h. masa kerja 7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah
i. masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah
Revisi: poin (g) masa kerja 6 tahun atau lebih, 7 bulan upah; (h) dan (i) dihapus.
Ayat 4: Perhitungan uang penghargaan masa kerja dimaksud ayat I ditetapkan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.
Revisi:
a. Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 10 tahun, 2 bulan upah
b. Masa kerja 10 tahun tetapi kurang dari 15 tahun, 3 bulan upah
c. Masa kerja 15 tahun tetapi kurang dari 20 tahun, 4 bulan upah
d. Masa kerja 20 tahun tetapi kurang dari 25 tahun, 5 bulan upah
e. Masa kerja 25 tahun atau lebih, 6 bulan upah point f, g dan h dihapus.
Ayat 5c: Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
Revisi: Penggantian perumahan sebesar 10% bagi pekerja/buruh yang mendapatkan fasilitas atau tunjangan perumahan serta penggantian pengobatan dan perawatan sebesar 5% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi pekerja/buruh yang di-PHK.
15. Pasal 158: Tentang kesalahan berat tidak berlaku lagi berdasarkan Mahkamah Konstitusi karena kesalahan berat tersebut merupakan bagian dari hukum pidana.
Revisi: diusulkan kembali
16. Pasal 167: Tentang uang kompensasi pensiun
1. Jangan lah ngebut di jalan, jangan salip salip seenaknya, karena selain membahayakan adik2 sekalian, hal tersebut juga bisa membahayakan orang lain.
2. Gunakanlah helm dengan benar. Kepala adik2 bukan terbuat dari besi. Kalo pecah, ga ada yang bisa nanggung loh.
3. Gunakan Lampu siang dan khususnya malam hari. mata manusia tidak dilengkapi dengan Infra red Google. Jadi kalo naik motor pada malam hari ga pake lampu, tidak akan terlihat. nah kalo ditabrak? siapa yang rugi hayoo…
4. Kalo belok gunakanlah lampu sen. Jangan tiba2 belok, pengguna jalan lain bukan paranormal yg bisa baca pikiran orang. nah kalo tiba2 belok, dibelakang ada motor ato mobil? jeger…. adik2 mati deh..
5. Jangan Gunakan Knalpot Bersuara Keras, karena adik2 makin banyak menumpuk dosa.. nah loh.. takut kan? coba bayangkan, bila adik naik motor bersuara keras di jalan, berapa orang yang mengumpat karena kebisingan knalpot adik2? nah umpatan2 itu bisa jadi dosa buat adik2.. kebayang kan dosa yang adik2 terima dari umpatan2 orang itu? Jadi pake knalpot yg sunyi aja ya adik2..
6. Jangan ngotot kalo salah. nah loh maksudnya? iya.. misalnya klo adik2 tiba2 diserempet mobil, gara2 motornya tiba2 belok. yang salah siapa coba. jelas yang salah adik2.. kalo sudah tau salah.. jangan lah jd menyalahkan orang lain.. bersikaplah gentle dengan mengakui kesalahan ya adik adik sayang.
7. Kalo gabung dengan klub motor dari yang klub motor ecek2, klub berandalan sampe klub motor besar mahal, jangan lah pamer di jalan, menghalangi jalan, brutal di jalan. jalanan bukan ajang buat pamer motor ya adik2. jangan mengganggu pemakain jalan. g mau dosa adik2 bertambah kan gara2 umpatan orang? jangan ya adik2 sayang.
8. Jangan malas cari tempat parkir. ya kalo malas, jadinya malah menghalangi motor orang. jauh sedikit ga apa2. jangan manja ya.. olah raga jalan kaki dikit biar sehat.
9. Jangan seenaknya di jalan, ambil jalur orang, masuk jalur busway, berteduh dalam terowongan, karena lalu lintas jadi macet.. semrawut..
nah loh kak? kalo ujan berenti dimana dong? jawabannya… ya jangan naik motor kalo ga mau ujan.
Demikian adik2… mohon dipatuhi..
Peraturan berkendara naik motor
Warna tulisan dan latar belakang pada pelat juga memiliki arti :
- Huruf dan angka putih di atas latar belakang hitam = kendaraan pribadi
- Huruf dan angka hitam di atas latar belakang putih = kendaraan dinas Kedutaan Asing atau Organisasi Internasional
- Huruf dan angka putih di atas latar belakang merah = kendaraan instansi pemerintah
- Huruf dan angka merah di atas latar belakang putih = nomor sementara untuk kendaraan baru
- Huruf dan angka hitam di atas latar belakang kuning = kendaraan umum
JAWA DAN MADURA | SUMATERA | SULAWESI |
|
|
|
BALI DAN NUSA TENGGARA | MALUKU DAN PAPUA | KALIMANTAN |
|
|
|
NOMOR KHUSUS | LAIN-LAIN | |
| DF = Timor Timur, sekarang dihapus karena jadi negara lain. |
|
|
|
|
Sebagai sarana perlindungan masyarakat | |
Sebagai sarana pelayanan masyarakat | |
Sebagai sarana deteksi guna menentukan langkah selanjutnya | |
Untuk meningkatkan penerimaan Negara melalui sektor Pajak |
PENDAFTARAN KENDARAAN BERMOTOR BARU | |
Perorangan | |
- Tanda jati diri yg sah + satu lembar foto copy | |
Badan Hukum | |
- Salinan Akte Pendirian + satu lembar foto copy - keterangan domisili - Surat kuasa yang bermaterai, ditandatangani oleh pimpinan dan dibubuhi badan hukum yang bersangkutan | |
Instansi pemerintah(termasuk BUMN/BUMD) | |
- Surat tugas/kuasa | |
Faktur | |
PIB (Pemberitahuan Impor Barang) | |
Bukti hasil pemeriksaan phisik kenderaan | |
Kendaraan bermotor yang mengalami perubahan bentuk, harus dilampirkan surat keterangan dari perusahaan karoseri yg mendapat izin. | |
Surat keterangan bagi kenderaan bermotor angkutsn penumpang umum | |
Sertifikat uji type, tanda bukti lulus uji type |
PENGESAHAN SETIAP TAHUN | |
1. Perorangan - Tanda Jati Diri yang sah + satu lembar foto copy 2. Badan Hukum - Salinan akte pendirian + 1 lembar foto copy - Keterangan domisili - Surat kuasa 3. Instansi Pemerintah (termasuk BUMN dan BUMD) - Surat tugas/surat kuasa | |
Surat pernyataan pemilik kenderaan bermotor bahwa tidak terjadi perubahan identitas pemilik atau spektek kenderaan bermotor | |
STNK dan Foto Copy | |
BPKB dan Foto Copy | |
Pengesahan oleh petugas, dilaksanakan secara : | |
1. Manual dengan cap dan tanda tangan 2. Komputerisasi dengan menggunakan register komputer | |
Bukti pungutan PKB/BBN-KB, SWDKLLJ dan Premi Angsuran Jasa Raharja (Khusus Kendaraan Umum) tahun sebelumnya. |
PERPANJANGAN MASA BERLAKU STNK | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
STNK lama atau surat keterangan dari kepolisian, bila tidak dapat menyerahkan STNK tersebut | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Salinan bukti buku uji kenderaan bermotor tersebut | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dilakukan cek phisik terhadap kenderaan bermotor tersebut | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kalau ada perubahan baik kepemilikan, ganti warna, ganti mesin, merubah bentuk harus dilengkapi dengan BPKB PENGURUSAN BPKB Contoh BPKB
|
a. Rambu Peringatan.
b. Rambu Petunjuk.
c. Rambu Larangan.
Berikut Gambar Rambu-rambu Lalulintas di bawah ini :
Haruskah badan menjadi korban.? Pertanyaan ini sesungguhnya ditujukan bagi para brothers sekalian. Sering kali bikers atau bocengers terlihat ngebut hanya menggunakan pakaian seadanya. Tanpa jaket, sarung tangan, sepatu bahkan tanpa helm. Prilaku ini sesunggunya amat disayangkan.
Hembusan angin yang menerpa badan saat melaju diatas motor memang tak terasa dampaknya dalam waktu satu atau dua minggu. Namun jika kondisi ini terus berlanjut, bersiaplah tubuh anda menjadi sarang penyakit dalam dikemudian hari. Jaket atau rompi pengendara motor sesungguhnya didesain untuk melindungi organ tubuh bagian dalam, seperti perut dan rongga dada yang melindungi berbagai organ vital bagian dalam tubuh. Jadi apa susahnya menggunakan jaket atau rompi saat melaju diatas motor.
Berbeda halnya dengan jaket atau rompi, selain kedua komponen pelindung tubuh tadi, sepatu juga tak kalah penting. Saat ini banyak sepatu khusus biker tersedia di gerai-gerai asesoris motor. Desain dan model nya, harganya juga cukup beragam mulai kisaran 150 ribuan hingga diatas 1juta. Tinggal pilih aja sesuai dana yang ada di kantong.
Memilih sepatu untuk touring memang tak hanya sekedar lihat, cocok lalu beli. Ada beberapa unsur yang juga harus diperhatikan, terlebih bagi biker yang suka touring. Pilih sepatu yang nyaman di kaki, jangan terpaku oleh modelnya yang terlihat bagus.
Selain sepatu, sarung tangan juga perlu diperhatikan. Sarung tangan buat bikers ada di posisi netral. Maksudnya, berbagai aliran perlu. Chopperis, sporty sampai daily riders. Beberapa habitat bikers justru menjadikannya tak semata fungsi tapi juga fesyen.
Tapi itu kan cuma bonus, yang penting adalah fungsi. Mempertahankan suhu tangan agar tak kedinginan diterpa angin malam atau perih disengat mentari adalah salah satu kegunaan sarung tangan.
Bukan cuma itu, sarung tangan juga sangat membantu mengurangi gesekan saat telapak tangan dan jari-jari mengoperasionalkan peranti seputar setang. Dari kegunaan yang gede tadi, brothers semua perlu jeli memilih sarung tangan ideal.
Dan yang paling penting adalah helm. Bagian ini menjadi bagian yang sangat penting terutama ketika brother sekalian mengalami kecelakaan. Kebayang kan kalau cuma pake helm cetok yang ada di daftar SNI. Masak sih kepala cuma dihargai 10 ribu perak.
Kedudukan, tugas, fungsi, organisasi, hubungan dan tata cara kerja kepolisian pada zaman Hindia Belanda tentu diabdikan untuk kepentingan pemerintah kolonial. Sampai jatuhnya Hindia Belanda, kepolisian tidak pernah sepenuhnya di bawah Departemen Dalam Negeri. Di Departemen Dalam Negeri memang berkantor "Hoofd van de Dienst der Algemene Politie" yang hanya bertugas di bidang administrasi/pembinaan, seperti kepegawaian, pendidikan SPN (Sekolah Polisi Negeri di Sukabumi), dan perlengkapan kepolisian.
Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur generaal (jaksa agung). Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan) , stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.
Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi. Demikian pula dalam praktek peradilan pidana terdapat perbedaan kandgerecht dan raad van justitie.
Zaman Pendudukan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang 1942-1945, pemerintahan kepolisan Jepang membagi Indonesia dalam dua lingkungan kekuasaan, yaitu:
1. Sumatera, Jawa, dan Madura dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang.
2. Indonesia bagian timur dan Kalimantan dikuasai Angkatan Laut Jepang.
Dalam masa ini banyak anggota kepolisian bangsa Indonesia menggantikan kedudukan dan kepangkatan bagi bangsa Belanda sebelumnya. Pusat kepolisian di Jakarta dinamakan keisatsu bu dan kepalanya disebut keisatsu elucho. Kepolisian untuk Jawa dan Madura juga berkedudukan di Jakarta, untuk Sumatera berkedudukan di Bukittinggi, Indonesia bagian timur berkedudukan di Makassar, dan Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin.
Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktek lebih berkuasa dari kepala polisi.
Beda dengan zaman Hindia Belanda yang menganut HIR, pada akhir masa pendudukan Jepang yang berwenang menyidik hanya polisi dan polisi juga memimpin organisasi yang disebut keibodan (semacam hansip).
Zaman Revolusi Fisik
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan kedudukan polisi sebagai Polisi Republik Indonesia menyusul dibentuknya Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945. Pada 29 September 1945 Presiden RI melantik Kepala Kepolisian RI (Kapolri) pertama Jenderal Polisi R.S. Soekanto. Adapun ikrar Polisi Istimewa tersebut berbunyi:
“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menyatakan Poelisi Istimewa sebagai Poelisi Repoeblik Indonesia.”
Kepolisian Pasca Proklamasi
Setelah proklamasi, tentunya tidak mungkin mengganti peraturan perundang-undangan, karena masih diberlakukan peraturan perundang-undangan Hindia Belanda, termasuk mengenai kepolisian, seperti tercantum dalam peraturan peralihan UUD 1945.
Tanggal 1 Juli 1946 dengan Ketetapan Pemerintah No. 11/SD/1946 dibentuk Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada perdana menteri. Semua fungsi kepolisian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Negara yang memimpin kepolisian di seluruh tanah air. Dengan demikian lahirlah Kepolisian Nasional Indonesia yang sampai hari ini diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
Hal yang menarik, saat pembentukan Kepolisian Negara tahun 1946 adalah jumlah anggota Polri sudah mencapai 31.620 personel, sedang jumlah penduduk saat itu belum mencapai 60 juta jiwa. Dengan demikian “police population ratio” waktu itu sudah 1:500. (Pada 2001, dengan jumlah penduduk 210 juta jiwa, jumlah polisi hanya 170 ribu personel, atau 1:1.300)
Sebagai bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan maka Polri di samping bertugas sebagai penegak hukum juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya “combatant” yang tidak tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti dikenal dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera Utara, Sumatera Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan lain-lain.
Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan bahwa Polri dipimpin langsung oleh presiden/wakil presiden dalam kedudukan sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri.
Pada masa revolusi fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S. Soekanto telah mulai menata organisasi kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Mr. Sjafrudin Prawiranegara berkedudukan di Sumatera Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar Said (tanggal 22 Desember 148).
Zaman RIS
Hasil Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.
Umur RIS hanya beberapa bulan. Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan tersebut disadari adanya kepolisian negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif, organisatoris.
Zaman Demokrasi Parlementer
Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab kepada perdana menteri/presiden.
Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada kantor digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai sekarang. Ketika itu menjadi gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara.
Sampai periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota Polri terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) tidak ikut dalam Korpri, sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk organisasi yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma Pertiwi. Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara demokratis dan pernah ikut Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di Konstituante dan Parlemen. Waktu itu semua gaji pegawai negeri berada di bawah gaji angkatan perang, namun P3RI memperjuangkan perbaikan gaji dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi (PGPOL) di mana gaji Polri relatif lebih baik dibanding dengan gaji pegawai negeri lainnya (mengacu standar PBB).
Dalam periode demokrasi parlementer ini perdana menteri dan kabinet berganti rata-rata kurang satu tahun. Polri yang otonom di bawah perdana menteri membenahi organisasi dan administrasi serta membangun laboratorium forensik, membangun Polisi Perairan (memiliki kapal polisi berukuran 500 ton) dan juga membangun Polisi Udara serta mengirim ratusan perwira Polri belajar ke luar negeri, terutama ke Amerika Serikat.
Zaman Demokrasi Terpimpin
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.
Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).
Waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri setelah menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karir Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959.
Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.
Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.
Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak).
Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut:
a. Alat Negara Penegak Hukum.
b. Koordinator Polsus.
c. Ikut serta dalam pertahanan.
d. Pembinaan Kamtibmas.
e. Kekaryaan.
f. Sebagai alat revolusi.
Berdasarkan Keppres No. 155/1965 tanggal 6 Juli 1965, pendidikan AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun di Magelang. Sementara di tahun 1964 dan 1965, pengaruh PKI bertambah besar karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai menyusupi mempengaruhi sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan.
Zaman Orde Baru
Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bindang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal Soeharto sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.
Setelah Soeharto dipilih sebagai presiden pada tahun 1968, jabatan Menhankam/Pangab berpindah kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian ternyata betapa ketatnya integrasi ini yang dampaknya sangat menyulitkan perkembangan Polri yang secara universal memang bukan angkatan perang.
Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri. Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.
Pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL, dan AU diganti menjadi Kepala Staf Angkatan. Pada kesempatan tersebut anggota AL danAU memakai tanda TNI di kerah leher, sedangkan Polri memakai tanda Pol. Maksudnya untuk menegaskan perbedaan antara Angkatan Perang dan Polisi.
Zaman Reformasi
Adanya Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Reformasi telah melahirkan Inpres No. 2/1999 tanggal 1 April 1999 dalam era Presiden BJ Habibie yang memisahkan Polri dan TNI karena dirasakan memang terdapat perbedaan fungsi dan cara kerja dihadapkan dengan civil society. Untuk sementara, waktu itu, Polri masih diletakkan di bawah Menteri Pertahanan Keamanan. Akan tetapi, karena pada waktu itu Menteri dan Panglima TNI dijabat orang yang sama (Jenderal TNI Wiranto), maka praktis pemisahan tidak berjalan efektif.
Sementara peluang yang lain adalah Ketetapan MPR No. VI/2000 tanggal 18 Agustus 2000 yang menetapkan secara nyata adanya pemisahan Polri dan TNI, yang selanjutnya diikuti pula oleh Ketetapan MPR No. VII/2000 yang mengatur peran TNI dan Polri secara tegas.
Sementara itu, sebelum ketetapan-ketetapan tersebut di atas digulirkan, pada HUT Bhayangkara 1 Juli 2000 dikeluarkan Keppres No. 89/2000 yang melepaskan Polri dari Dephan dan menetapkan langsung Polri di bawah presiden.
Kendati Keppres ini sering disoroti sebagai bahaya karena Kepolisian akan digunakan sewenang-wenang oleh presiden, naun sesungguhnya ia masih bisa dikontrol oleh DPR dan LKN (Lembaga Kepolisian Nasinal) yang merupakan lembaga independen.
Adapun tantangan yang dihadapi Polri dewasa ini dan ke depan, terutama adalah perubahan paradigma pemolisian yang sesuai dengan paradigma baru penegakan hukum yang lebih persuasif di negara demokratis, di mana hukum dan polisi tidaklah tampil dengan mengumbar ancaman-ancaman hukum yang represif dan kadang kala menjebak rakyat, melainkan tampil lebih simpatik, ramah, dan familier.
Memberi peluang tumbuhnya dinamika masyarakat dalam menyelesaikan konfliknya sampai pada taraf tertentu. Memberi peluang berfungsi dan kuatnya pranata-pranata sosial dalam masyarakat seperti adanya perasaan malu, perasaan bersalah, dan perasaan takut bila ia melakukan penyimpangan, sehingga mendorong warga patuh pada hukum secara alamiah.
Sumber : Tempo Interaktif : 1. Anton Tabah, Membangun Polri yang Kuat, Jakarta, 2001.
2. Chaeruddin Ismail, Polisi yang Keder, Jakarta, 2001.
- Tahun 1945 Kepolisian Negara berada dibawah departeman Dalam Negeri, berdasarkan sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945.
- Tahun 1946 Kepolisian Negara berada dibawah Perdana Menteri, berdasarkan Ketetapan Pemerintah Nomor : 11/SD/tanggal 01 Juli 1946.
- Tahun 1947 Kepolisian Negara di Militerisasi, berdasarkan Keputusan Dewan Pertahanan Negara nomor : 112 Tahun 1947.
- Tahun 1950 Pimpinan Kepolisian Negara diserahkan kepada Menteri Pertahanan, berdasarkan Ketetapan Perdana Menteri Nomor : 03/PM/1950. Kemudian dicabut kembali padabulan September 1950.
- Tahun 1954 dibentuk Panitia Negara Perancang UU Kepolisian Negara, berdasarkan KepPres Nomor : 297/1954. Kepolisian Negara ditunjuk untuk mewakili Pemerintah Indonesia dalam InterPol berdasarkan keputusan Perdana Menteri Nomor : 245/PM/1954.
- Tahun 1959 Kepolisian Negara menjadi Jawatan tersendiri dibawah Kementerian Kepolisian berdasarkan KepPres Nomor : 154 Tahun 1959.
- Tahun 1960 Kepolisian negara menjadi bagian dari ABRI, berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor : II/1960, disahkan dalam UU Pokok Kepolisian Negara Nomor : 13 Tahun 1961, Lembar Negara Nomor : 245, tambahan Lembar Negara Nomor : 289 Tahun 1961.
- Tahun 1962 Kepolisian Negara diberi wewenang untuk mengadakan Koordinasi dengan Departemen/Jawatan yang memiliki wewenang Polsus, berdasar KepPres nomor : 372 Tahun 1962.
- Tahun 1964 AKRI (Angkatan Kepolisian Republik Indonesia) sebagai bagian dari ABRI, berdasarkan KepPres Nomor : 290 Tahun 1964.
- Tahun 1966 AKRI sebagai bagian dari ABRI dengan Matra Kamtibmas, berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor : XXIV/1966.
- Tahun 1969 Sebutan AKRI diubah menjadi POLRI, berdasarkan KepPres Nomor : 052 Tahun 1969.
- Tahun 1970 Reorganisasi POLRI, berdasarkan Surat Keputusan MenHanKam/PangAB Nomor : A/385/VIII/1970.
- Tahun 2000 POLRI dipisahkan dari ABRI, berdasarkan Ketetapan MPR Nomor : VI/2000. Tanggal 18 Agustus 2000.
Mengendarai motor di malam hari tentu berbeda dengan mengendari motor di siang hari. Jarak pandang yang lebih terbatas, membuat Anda perlu menerapkan taktik khusus agar anda tetap bisa melaju dengan kencang tapi aman.
Salah satu penghalang pandangan para biker adalah sorot lampu dari kendaraan dari arah yang berlawanan. Berbeda jika Anda berada di dalam mobil yang terlindung oleh kaca depan, biker tak punya pelindung sehingga sorot lampu itu sangat mengganggu. Bahkan melihat sorot lampu yang terang di malam hari bisa menyebabkan kebutaan sesaat.
Karena itu hindari melihat sorot lampu secara langsung. Sebaliknya, hindari juga penggunaan lampu atas (high beam) saat berpapasan dengan kendaraan terutama sepeda motor, agar tidak mengganggu pandangan.
Anda mungkin merasa sangat mengenali kondisi jalan, bahkan setiap rambu-rambunya saat mengendari sepeda motor pada siang hari. Tetapi kondisinya akan berbeda ketika berkendara di malam hari. Lampu penerang jalan yang kurang bisa menghambat pandangan. Untuk kondisi seperti ini, penggunaan lampu atas (high beam) juga diperlukan.
Kaca pelindung pada helm yang Anda pakai juga perlu diperhatikan. Pada umumnya helm menggunakan satu jenis kaca pelindung (visor) yang cenderung gelap, sehingga hanya cocok untuk berkendara di siang hari. Ketika malam, pandangan menjadi sangat terganggu. Karena itu pastikan Anda juga memiliki visor yang lebih terang atau pakailah photocromatic visor. Kaca pelindung jenis ini otomatis akan menjadi lebih gelap saat sinar matahari sedang terik, dan akan kembali lebih terang saat matahari tenggelam.
Menggunakan jaket atau helm yang bisa melindungi juga akan membantu Anda menghindari masalah. Agar lebih baik, gunakan juga jaket atau helm yang memiliki tanda yang bisa memancarkan sinar (spotlight), termasuk pada panel-panel belakang motor. Hal ini bisa membantu pengendara lain mengenali keberadaan Anda sehingga kecelakaan bisa dihindari.
Selebihnya, mengendarai motor ataupun mobil tentu sangat dipengaruhi oleh kondisi tubuh dan kelakuan Anda sendiri di jalanan. Biasanya, berkendara di malam hari setelah pulang dari bekerja seharian, atau pulang dari dugem di diskotik, sehingga tubuh dalam kondisi lelah dan ngantuk. Hal yang terpenting adalah jaga jarak yang aman agar bisa mengerem dengan baik, jaga kecepatan yang aman agar tetap bisa mengendalikan motor pada kondisi yang mendadak, dan tentu saja jangan ugal-ugalan. (autoevolution/MLA)
- Pengaturan Lantas ( Traffic Direction ).
- Penjagaan/Pengawasan Lantas 9 Traffic Observation ).
- Pengawalan Lantas ( Traffic Escort ).
- Patroli Lantas ( Traffic Patrol ).
- Penyidikan Kecelakaan lantas ( Traffic Accident Investigation ).
- Penindakan terhadap Pelanggaran Lantas ( Traffic Law Violation ).
- PKS ( Patroli Keamanan Sekolah ).
- Pramuka Lantas ( Saka Bhayangkara ).
- Kamra/Banpol.
- Penerangan, Penyuluhan, Mass Media, Film, Brosur.
- Pekan lantas, Pameran Lantas serta Taman Lantas.
- Rambu-rambu Lantas ( Traffic Sign ).
- Alat-alat pengatur Lantas ( traffic Signals ).
- Marka Jalan ( Road Marking ).
yup, kalian semu pernah baca artikel di majalah Intisari yg ngebahas manusia tercepat di muka bumi ini..artikelnya keren n enak disimak..hmmm …
tercepat 1??? hmmm, ini sih biker nekat!
tercepat 2????
bisa jadi….hmmmm..blum..blum….
kalo ini tercepatkah??
melawan ombak… dijamin tenggelem..
tercepat ke 4……
………………begh!
tercepat ke5….
saking cepetnya makan tanah…..???? ……….
JAWABNYA…. NIH YG BENAR!!!…
YA!!!..Vallentino Rossi…berlari lebih cepat dari motornya!!! wkwkwkwkkwkw….