PKS SMKN 1 Boyolali

PKS SMKN 1 Boyolali JAYA

M. Rizal Maslan - detikcom


Jakarta - Aksi penolakan revisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan kian marak. Isinya dinilai mengebiri hak buruh/pekerja, bahkan dianggap sebagai karya paling gila.

Revisi UU Ketenagakerjaan ini dilakukan setelah Presiden SBY mengeluarkan Instruksi Presiden 3/2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Dalam Inpres tersebut disebutkan akan merevisi UU Ketenagakerjaan.

Sejumlah kalangan menilai substansi isi revisi lebih buruk dari UU itu sendiri, yang memang sejak awal kehadiran UU ini juga ditolak kalangan buruh, pekerja dan LSM.

Penolakan ini dilakukan karena sejumlah pasal yang direvisi dinilai mengebiri hak-hak buruh/pekerja, persoalan upah, outsourcing, status kerja, pesangon, kebebasan berserikat, dan mogok.

Revisi UU yang disodorkan pemerintah, DPR dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ini dinilai mengkhianati kaum buruh/pekerja. Berikut isi revisi UU 13/2003:

1. Pasal 35 Ayat 3: Pemberi Kerja kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.

Revisi: Unsur perlindungan Negara (kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja) dihapus.

2. Pasal 46 Ayat 1: Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan atau jabatan-jabatan tertentu. Ayat 2: Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dengan Keputusan Menteri.

Revisi: Tidak ada batasan tenaga kerja asing menduduki jabatan apapun di perusahaan.

3. Pasal 49: Ketentuan mengenai tenaga kerja asing serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping diatur dengan Keputusan Presiden.

Revisi: pasal ini dihapus.

4. Pasal 59 Ayat 1: Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Revisi: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kontrak) yang dilakukan atas dasar jangka waktu, dapat dilakukan untuk semua jenis pekerjaan.

Ayat 4 pasal 59 : Perjanjian Kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Revisi: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu batasan maksimum menjadi 5 tahun.

5. Pasal 64: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis (outsourcing).

Revisi: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

6. Pasal 65 Ayat 1: Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
Dalam ayat 1 harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Ayat 2: Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud. Ayat 3: Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

Ayat 4: Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat 5: Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Ayat 6: Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

Ayat 7: Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

Ayat 8: Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Ayat 9: Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat.

Revisi: pasal ini dihapus.

7. Pasal 66 Ayat 1: Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Revisi: diubah.

8. Pasal 79 Ayat 2 (d): Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Revisi: pasal ini dihapus.

9. Pasal 88 Ayat 1: Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Revisi: Pemerintah menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.

Ayat 2: Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

Revisi: Upah minimum memperhatikan kemampuan sektor usaha yang paling lemah marjinal.

Catatan:
Ketentuan UU Ketenagakerjaan:
a. Upah minimum ditetapkan di tingkat propinsi dan kabupaten dan dapat pula ditetapkan secara sektoral.
b. Upah minimum ditetapkan berdasarkan total nilai standar Kehidupan Hidup Minimum (LHM) atau Kehidupan Hidup Layak (KHL).
c. Upah minimum disesuaikan tiap tahun.

Rekomendasi Bappenas:
a. Upah minimum ditetapkan di tingkat propinsi dan bukan di tingkat kabupaten.
b. Upah minimum ditetapkan kembali sebagai jaring pengaman sosial atau batas bawah upah.
c. Upah minimum disesuaikan setiap 2 tahun.

10. Pasal 92 Ayat 1: Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.

Revisi: Struktur dan skala upah hanya golongan dan jabatan saja, pendidikan, masa kerja, kompetensi dihapus.

11. Pasal 100 Ayat 1: Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan.

Revisi: Fasilitas kesejahteraan dihapus.

12. Pasal 142 Ayat 1: Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan adalah mogok kerja tidak sah.

Revisi: Mogok kerja tidak sah dapat di PHK tanpa pesangon.

Ayat 2: Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah akan diatur dengan Keputusan Menteri.

Revisi: Mogok kerja tidak sah yang mengakibatkan perusahaan rugi pekerja/buruh dapat dituntut ganti rugi.

13. Pasal 155 Ayat 3: Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

Revisi: Skorsing dibatasi selama-lamanya 6 bulan dan diberikan upah hanya 50%.

14. Pasal 156 Ayat 1: Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Revisi: Pekerja/buruh yang berhak mendapatkan pesangon adalah pekerja/buruh yang mendapat upah lebih rendah atau sama dengan 1x penghasilan tidak kena pajak (PTKP)-upah di bawah Rp 1.000.000 dan di atas Rp 1.000.000 tidak mendapatkan pesangon.

Ayat 3: Perhitungan upah pesangon sebagaimana dimaksud ayat 1 paling sedikit sebagai berikut:

g. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah
h. masa kerja 7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah
i. masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah

Revisi: poin (g) masa kerja 6 tahun atau lebih, 7 bulan upah; (h) dan (i) dihapus.

Ayat 4: Perhitungan uang penghargaan masa kerja dimaksud ayat I ditetapkan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Revisi:
a. Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 10 tahun, 2 bulan upah
b. Masa kerja 10 tahun tetapi kurang dari 15 tahun, 3 bulan upah
c. Masa kerja 15 tahun tetapi kurang dari 20 tahun, 4 bulan upah
d. Masa kerja 20 tahun tetapi kurang dari 25 tahun, 5 bulan upah
e. Masa kerja 25 tahun atau lebih, 6 bulan upah point f, g dan h dihapus.

Ayat 5c: Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.

Revisi: Penggantian perumahan sebesar 10% bagi pekerja/buruh yang mendapatkan fasilitas atau tunjangan perumahan serta penggantian pengobatan dan perawatan sebesar 5% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi pekerja/buruh yang di-PHK.

15. Pasal 158: Tentang kesalahan berat tidak berlaku lagi berdasarkan Mahkamah Konstitusi karena kesalahan berat tersebut merupakan bagian dari hukum pidana.

Revisi: diusulkan kembali

16. Pasal 167: Tentang uang kompensasi pensiun

0 komentar:

Posting Komentar

Anda pengunjung ke


ShoutMix chat widget

Tanggalan

sakmenika wanci pinten geh??

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Entri Populer

Pengikut

Links

Cari Blog Ini

Entri Populer

About Me

Foto saya
Boyolali, Jawa Tengah
Blog PKS Smk N 1 Boyolali

About this blog

Daftar Blog Saya

visitors